Jumat, 08 Maret 2013

Pusat Primata Schumutzer, Riwayatmu Kini




Terakhir ke Pusat Primata Schumutzer (PPS) beberapa minggu yang lalu. Semua tampak berubah bahkan patung gorila di pintu masuk waving gallery. PPS menjadi salah satu alternatif tempat wisata edukasi yang murah dan menyenangkan meskipun banyak 'warga biasa' yang tidak mengetahui keberadaan PPS ini. Disebut murah karena kita cukup mengeluarkan uang 6000/orang untuk mendapatkan tiket masuk,kecuali Sabtu dan Minggu. Untuk Sabtu dan Minggu ,harga tiket masuk Rp7500/orang. PPS ini terletak di dalam kawasan KBR (Kebun Binatang Ragunan) jadi kita harus membeli tiket untuk masuk KBR terlebih dahulu sebelum masuk ke PPS. Harga tiket KE KBR lebih murah yaitu hanya Rp5000/orang.Dengan harga tiket semurah itu KBR selalu diserbu masyarakat ketika hari libur. Namun, dari pengamatanku pengunjung yang 'menyerbu' PPS tidak begitu siginifikan dibanding dengan jumlah pengunjung KRB. Hal ini mungkin disebabkan pihak pengelola kurang melalukan sosialisasi tentang keberadaan PPS. Hanya ada petunjuk arah di KRB menuju PPS. Tidak ada selebaran atau brosur yang bertujuan mengenalkan PPS ke masyarakat.

Atas dana dan amanat dari  Mrs.Antoinette Schmutzer-versteegh yang merupakan seorang pecinta binatang dan pelukis yang dermanan, The Gibbon Foundation mendirikan PPS ini. Dahulu, pengelolaannya terpisah dari KBR tetapi menurut info yang saya baca, PPS diserahkan pengelolaannya kepada KBR di tahun 2006 atau 4 tahun setelah pendiriannya. Menurutku, sejak saat itulah semua berubah (ke arah yang lebih buruk). Entah karena pemerintah enggak ada dana pengelolaan ,entah memang gak peduli. Sebelum membahas kondisi riil PPS ,alinea di bawah akan membahas seperti apa,sih PPS itu.

(inilah yang mendani berdirinya PPS, foto ini aku ambil dari virtualtourist.com karena di folder terbaru, gak ada foto ini)

Jadi ,PPS itu sebanarnya sungguh indah,luas, dan ya..kita akan merasa seprti di hutan yang dikelilingin berbagai jenis primata . (tenang aja mereka dikandangin,kok). Setelah membeli tiket,kita diperbolehkan masuk. Sebelum menginjak halaman PPS,kita diingatkan oleh petugas untuk tidak membawa makanan, Tas-tas besar harus dititipkan di tempat penitipan. Tetapi kalau air minum dalam kemasan yang sayang dibuang (misalnya tuperware *bukan ngiklan) boleh dibawa karena kecil kemungkinan tuperware dibuang hehe. Kalau air minum kemasan sekali pakai jelas tidak boleh karena akan mengotori PPS. Tidak membawa air minum pun harusnya tidak perlu membuat kita khawatir karena di dalam PPS kita dapat meminum air dari kran khusus untuk minum. Tetapi, melihat kondisi kran air minum sekarang yang banyak daun kering berserakan begitu,saya jadi ragu meminumnya padahal dahulu, nyantai saja untuk meminumnya. Nha selanjutnya kita bisa menuju 'hutan belantara' melalu waving gallery atau lewat jalan di sisi kanan-kiri waving gallery tersebut. Jadi waving gallery itu seperti terowongan yang beratap. Dari terowongan inilah,kita dapat menyaksikan berbagai primata penghuni PPS dari atas. Menyaksikan dari bawah melalu jalan masuk di kanan kiri waving gallery juga bisa.

Siapa saja,sih penghuni PPS ini? ada lutung Jawa, ada Komu,ada Kumbo, Monyet jepang, Boti dan banyak lagi. Sebelum terakhir ke sana, saya masih melihat kondisi kandang monyet Jepang itu bersih tetapi terakhir ke sana, tempatnya sangat kumuh, Monyet Jepan pun terlihat tidak ceria lagi. Menurut yang saya baca,monyet jepang termasuk hewan yang cinta kebersihan bahkan ia mencuci makanannya terlebih dahulu sebelum memasukkannya ke dalam mulut. Mungkin ia sedih melihat kandangnya yang kumuh seperti itu.
                                                    (Monyet Jepang yang tampak merana)

(aku lupa ini monyet apa,tapi dia tampak merenungi nasib,ya. Mungkin sedih,tempatnya tidak se-asyik dahulu kala)

                                                             (Boti yang tak kalah (tampak) sedihnya)


Fasilitas bermain di PPS pun kacau balau. Rumah pohon, jembatan tambang, dan lain-lainnya tampak lapuk dan tentu tidak berfungsi. Patung-patung primata banyak yang gumpil.  Jadi ketika kita mengajak anak-anak ke sana, cukup muter-muter saja, enggak bisa berhenti untuk bermain-main seperti dulu. 6-7 tahun lalu saya membawa murid-murid saya kesini dan masih masih bisa bermain dengan cara bergelantungan di sebuah pohon-pohonan. Tanahnya agak lapang. Tapi sekarang, pohon-pohonan itu tidak berfungsi. Banyak tanaman liar tumbuh menutupinya. Overall ,kondisnya PPS kini sangat memprihatinkan.Saya gak sempat memotret kondisi fasilitas tersebut .  O iya,goa oranghutan yang dulu merupakan tempat favorit, sekarang jadi aja muda mudi berpacaran. Merusak pemandangan banget,deh.



O iya, di samping waving gallery ada gedung yang disebut Pusat Pendidikan primata. Di dalam gedung tersebut dapat dilihat informasi mengenai ke-primataan. Lalu ada beberapa kesan dari orang terkenal yang pernah berkunjung ke PPS. Pesan tersebut ditulis dalam sebuah kertas lalu kertas tersebut dibingkai. Ada Marshanda, Gugun Gindrong, Irfan Hakim, dll.












Sayang sekali,ya PPS yang merupakan pusat primata terbesar di dunia itu tidak terawat  dengan maksimal padahal PPS merupakan tempat wisata edukasi yang murah meriah, terjangkau semua lapisan masyarakat. Ya,untuk urusan pendidikan,pemerintah kita memang kurang serius. Entah memang dananya minim atau memang disunat sana sini.

2 komentar:

  1. Sayang sekali ya.. Perhatian pemerintah untuk hal-hal semacam ini sangat kurang.. Padahal daripada renovasi gedung DPR yang sudah megah dan mewah, lebih baik dana yang ada dialokasikan untuk pusat konservasi.. Semoga kedepannya tidak ada Schumutzer Schumutzer lain yang kehilangan keceriaan primatanya.. :'(

    BalasHapus
  2. Hai Bunda Haifa...aku sedang mo posting tentang PPS, hari Jumat kemarin aku kesana, hem....memang benar-benar tidak terawat ya, sayang sekali...

    Salam
    Astin

    BalasHapus