Kamis, 28 Februari 2013

Miskin atau 'Miskin'?

Bismillahirrhamaanirrahiim


Ada cerita 'lucu' ketika saya menjadi petugas pembagi zakat di sebuah yayasan. Ketika Ramadan menjelang, tetangga saya ada yang mendatangi rumah saya (niat banget,deh) lalu dengan suara pelan,nyaris berbisik ia berkata, jangan lupa saya,ya. Saya senyum saja. Kemudian,ketika di jalan dan berpapasan dengan beberapa tetangga yang lain,mereka pun mengucapkan hal yang sama. Saat menjelang Ramadan seperti itu, saya sangat dibutuhkan oleh banyak tetangga saya hehe. Ya,karena saya mendapat tugas untuk mendata siapa saja warga di lingkungan RTku yang menjadi mustahik lalu membagikan zakat kepada mereka. Terkadang,semua mustahik kebagian,terkadang ya tidak. Bila tahun lalu ada yang kebagian dan tahun ini tidak kebagian,mereka memprotes saya. Lalu saya jelaskan bahwa dananya memang tidak mencukupi untuk semuanya.
Ada yang lebih lucu gila sekaligus bikin ngelus dada 100X (kurang kerjaan banget,sih ngelus dada sampai 100X wkwkwk) Saat amplop-amplop sudah saya bagikan kepada yang berhak, saya istirahat di rumah. Tiba-tiba beberapa ibu mendatangi  rumah saya. "Mbak, saya,kan janda,kok tidak kebagian." saya menjelaskan apa adanya. Lalu datang ibu-ibu lagi, lagi,dan lagi. Saya akhirnya ngumpet ke lantai atas. Tiap ada ibu-ibu yang datang,adik saya yang menangani. Adik saya sampai nyeletuk,sejak kapan jadi biro jodoh euy, kenapa janda ini pada ke sini semua?! wkwkwk. Ada beberapa ibu yang super nekad, sudah dibilang saya tidak bisa ditemui e mereka merasuk ke dalam lalu naik tangga. Saya yang menggelatakkan diri di samping ujung tangga ketar-ketir. Haduh, apa yang akan aku lakukan kalau mereka melihatku. Alhamdulillah ada handuk lebar yang tersampir jadi bisa menutupi keberadaanku hehe. Ibu-ibu itu kembali turun. Sampai beberapa hari ke depan,saya tidak berani keluar rumah. Ya ampun, berasa jadi artis atau buronan,ya?

Duh, saya juga pernah miskin harta. Miskin banget. Bersekolah tidak memakai sepatu saja pernah,kok. tetapi,kalau nekad mendatangi pembagi zakat seperti di atas, alhamdulillah enggak pernah. Meminta saja kami enggan. Ibu saya yang awam saja bilang, dikasih zakat,kok senang dan bangga. Ibu saya memilih menggendong bakul untuk berjualan daripada meminta kepada anak-anaknya. Hal itu dilakukan sampai sekarang ketika beliau sudah renta. Padahal kalau saya amati, mereka itu enggak miskin,lho. Jauh lebih miskin saya kala dulu. Jangankan sepeda motor, sepeda onthel aja sering lepas rantainya karena memang sudah uzur banget itu sepeda. Mereka mempunyai motor, mempunyai televisi,kulkas, dan mempunyai uang jajan yang jumlahnya enggak sedikit. Untuk anak-anak saja, bisa 5000-10000/hari. Ajib banget,kan? Fisikly,mereka jauh lebih baik dari kondisi rumah saya yang bertugas membagi zakat. Rumah saya itu sudah sempit, bau asep (karena emak saya jualan makanan), gak ada tv, gak ada kulkas,gak ada motor, dst (semoga ini bukan bentuk keluhan,hanya cerita saja) Jajan? hehe...seminggu sekali juga belum tentu beli jajan. Tetapi secara mental, mereka memang miskin. Tidak merasa malu ketika meminta dan nguber-nguber saya seperti itu.  Dan parahnya, mental miskin ini banyak melanda rakyat Indonesia. Meskipun secara fisik terlihat kaya tetapi mental miskin menggelayuti. Maka timbullah  korupsi. Menurutku, ibu-ibu yang menawar dagangan secara afghan itu bermental miskin. Lalu orang-orang yang maunya selalu gratis itu juga 'miskin'. Ya intinya mental yang selalu meminta itu 'miskin', menurutku.

Lalu, orang kaya itu yang seperti apa? Kaya itu sebenarnya merasa cukup. Kalau selalu merasa tidak cukup dengan berapapun harta yang dimiliki maka sebanarnya dia miskin.Kaya atau miskin itu lebih ke persoalan mentalitas. Idealnya,sih kaya harta, mentalnya juga kaya  tetapi kalau belum bisa seperti itu, bermental kaya sudah cukup,kok.  Bagaimana, masih mau minta gratisan? Masih mau menawar afghan?saya,sih enggak mau.

Minggu, 10 Februari 2013

Menjaga Kepercayaan

Bismillah
Masih seputar DSLR. Ya...paling tidak aku masih harus menggarap 5 buku resep dan kualitas tulisan dan fotoku harus lebih baik. Emm...soalnya kalau gitu-gitu aja, sepertinya aku 'menyepelekan' kepercayaan pihak yang telah memberiku job itu. Aku kembali melahap buku-buku fotograpi,mulai dari memilih kamera sampai lightining dan percaya,deh makin pusing kalau gak langsung praktek hehe. Maka mau langsung praktek memilih kamera dulu,ni hehe. (emang maunya). Yaa...aku mau ganti kamera agar kualitas fotoku lebih baik,selain itu kemampuanku memotret harus diperbaiki, menata makanan juga diperbaiki. Doain ya bro and sis, biar saya bisa segera beli kamera baru.

Well, aku gak men-spesialisasikan diri di penulisan buku resep aja,lho. Buku apa aja ,asal baik dan benar dan aku mampu pasti aku tulis soalnya butuh duwit :P aih duwit mulu' ni. Iya,nih soalnya emang lagi butuh banget, bro. Kalo gak butuh,pasti gak akan kucari hehe.

Berarti gak idealis ,dong soalnya menulis untuk cari duwit? hehe..emange gue pikirin. Idealis,dong. Pan biarpun aye nulis untuk cari duwit tapi aye berpegang teguh pada aturan-aturan, aye enggak ngejiplak, enggak menulis sesuatu yang yaa..menyesatkan,dan lain sebagainya. Tujuan cari duwit gak selamanya buruk,bro.Tergantung untuk apa itu duwit. Noh, mesjid deket rumah gak selesai dibangun soalnya kurang duwit. Tuh pan. Duwit mah pegimane kita nyang pegang kale. 


Buku Resep Terbit Lagi


Di buku ini aku nulis 15 resep cemilan dan minuman padang. Kemarin aku melihat di rak toko buku gramedia. Seperti biasa, langsung jepret buat dipamerin heuheu.
 

Dimuat di Tabloid Saji (Lagi)


Alhamdulillah, kali ketiga dimuat di tabloid Saji. Semoga kian rajin menulis untuk esok yang lebih baik hihihi

Kamis, 07 Februari 2013

DSLR,Dirham,Dan Kebutuhan Lain

Bismillah...
Aku semakin butuh kamera itu, DSLR. Bukan untuk apa-apa tapi untuk menunjang pekerjaanku saja. Terhitung murah tapi ketika uang sudah terkumpul ada saja kebutuhan lain yang mendesak. Kalau aku mau tetap 'egois' aku akan tetap melangkah membeli kamera itu. Tapi, membangun rumah tangga diperlukan sikap saling tolong menolong ,kasih sayang, dst (seperti yang sering ada di pelajaran PPkn,deh pokoknya). Uang penghasilanku aku gunakan untuk keperluan rumah tanggaku juga. Bulan lalu, aku sudah senang bukan kepalang. Ada 2 naskah yang dibayarkan berbarengan,tapi ada kebutuhan rumah tangga yang mendesak jadi aku batalkan membeli kamera itu. Aku hanya berbaik sangka saja sama Allah, ya memang belum saatnya. Jika Allah menghendaki aku punya, insya allah nanti akan punya juga. Walaupun bukan berarti aku diam tanpa usaha. Sekarang, aku berusaha mengumpulkan paling tidak 100 dirham untuk sebuah DSLR baru. Kenapa dirham?hanya itu yang mampu kubeli. Dirham kubeli dari menyisihkan profit hasil orderan kue dan makanan. Kalau ada naskah dibayar secara bersamaan, mungkin aku bisa membeli dinar. (aamiin)

Apapun, aku gak boleh buruk sangka sama Allah. Semua ada hikmah yang bisa dipetik. Semua akan berbuah manis. happy ending. Aku yakin itu. Jadi never stop trying and praying. Pagi ini aku hendak membeli 4 dirham karena ada orderan kue dan akikah dobel di hari Minggu. Alhamdulillah.